Halaman

Sabtu, 24 Mei 2014

Kita Harus Menolak Lupa

Kadang kita menjadi buta
Lebih buta lagi karna suasana
Kita merasa paling menderita sedunia
Hanya karna tentang putus cinta

Kita lupa itu tak seberapa
Kita lupa itu tak sebanding dengan perjuangan mereka
Yang di bungkam mulutnya
Yang di buang keberadaannya
Yang di rampas kemerdekaannya

Mereka yang tak pernah mengeluh dayu seperti itu.
Bukankah seharusnya para penderita yang melulu karna cinta merasa malu??
Jangan pura pura lupa ..
Kita harus menolak lupa..


Mei 2014

Edelwisku, Mandalawangi 11 Mei 2014

Disini, Ada yang masih saja berceloteh tentang kursi para dewan
yang mengotori darahnya dengan asap hitam
yang sekedar pergi hanya untuk makan-makan
juga yang sedang menelusuri jalan menuju makna kehidupan.

Hiruplah udara segar pagi ini, hiruplah sampai masuk kedalam kulitmu
menembus tulangmu, mengalir di darahmu, hiruplah, ini hidup
resapi sebelum jantungmu berhenti berdegup, resapi sebelum tangan jahil memetik kuncupmu, sebelum panas layukan tubuhmu, resapilah, ini hidup.

betapa bulan tak pernah menapikan keindahanmu, sempurnakan kecantikanmu, bukan seperti mereka yang semena-mena menaklukanmu.
Sayang, mereka tak benar-benar tau letak keindahanmu.
Maha karya Tuhan..

Edelwisku, Mandala wangi 11 Mei 2014

Minggu, 23 Februari 2014

Rindu dan Ingatan

Kicau burung tak lagi mesra
Sebab angin sibuk terpa menerpa
Menghempaskan rindu pada jejak paling dalam
Mematikan ingatan yang tak kunjung hilang.

Lalu merintih
Lalu berteriaklah pada semesta
Lalu biarkan ia hilang, biarkan ia pulang
Pulang menuju inginnya yang belum lagi pasti entah kemana.

Minggu, 16 Februari 2014

Surat ke 24

Sepi mengantarkan ku pada sebuah bayangan yang entah, yang belum lagi ku yakini pantas kah aku merindukannya atau bahkan hanya sekedar untuk memikirkannya. tidak ada suara selain hati yang saling saut-menyaut membuka tanya yang terlebih lagi hanya mengantarkanku pada resah yang menjadi.
Malam itu, kita tak sempat bercakap banyak. yang ku ingat dia harus lekas pergi dan hingga saat ku tulis surat ini tak ada sepatahpun kabar yang terbalas. puluhan surat telah ku tulis, dan ini adalah surat ke 24 semenjak malam kepergiannya.



Teruntuk yang ku rindukan,
maaf jika kedatangan surat ini adalah lancang.
malam ini hujan tak henti berjatuhan, membesar, mengecil, berteman angin kencang, kadang kilat menyambar-nyambar dan itu menambah kekhawatiranku akan dirimu yang sedari itu tak terdengar kabar.

Di malam yang penuh kerinduan,
entah mengapa tiba-tiba dalam fikirku ku terbersit kata-kata seorang penyair muda tentang sisi lain dari mata uang yang sama. tentang jarak dan perbedaan, mereka mewacanakan tentang jarak karna mereka tak faham, mereka tak bisa saling melihat karna mereka sudah menyatu. ya hakikat dari sisi lain sang mata uang.

Yang sedari itu ku rindukan,
mungkin terlalu berbelit, sebenarnya aku ingin mengatakan ini dengan lantang, namun nyatanya hanya dapat di wakilkan susunan tinta hitam dalam secarik kertas buram.
Betapa aku merasakan beda atas kepergianmu malam itu, merasakan gundah atas kabar yang lenyap, dan hilang. di setiap langit malam ingin ku tuliskan betapa aku merindukanmu, betapa aku merindukanmu, tiada henti. agar semua tau, begitupun kamu.

Yang benar-benar kurindukan, 
ada yang bergetar begitu kencang, ketika ada tangan  yang di ulurkan untuk sekedar menguatkan langkahku yang mulai melemah, atau sekedar memberikan air karna faham aku mulai kehausan. bahkan aroma jaket yang di pasangkan saat aku hampir beku mengigil kedinginan masih melekat disini, menusuk tembus hingga kedalam sukma. kita terlalu sering tertawa bersama, kelelahan bersama, menghabiskan malam bersama hanya untuk menikmati cahaya bulan di balik tirai tenda. kita terlalu lama bercerita, hingga  kita tak saling melihat cinta, tak dapat meraba rasa, mungkin cinta kita adalah sisi lain dari mata uang yang sama.

Yang sedang sangat di rindukan,
dapatkah kamu membaca itu, dalam gerak tanpa bahasa? dalam isyarat yang terbata-bata? datanglah hanya untuk sekedar memberikan kabar, atau seperti perhatian yang sebelumnya biasa kau lakukan, sekedar mengingatkanku untuk tidak telat makan.

Yang Pantaskah di rindukan.
semoga kita benar seperti dua sisi dari mata uang seperti yang penyair itu katakan. tak dapat terpisahkan.

yang merindukanmu. Selalu


lalu semakin terasa sedu-sedan, tanganku masih bergetar, tetesan airmata berjatuhan memudarkan beberapa bagian tulisan. bukan tentang rindu lagi. mungkin tentang takdir klasik para pecinta dalam diam.
surat di lipat rapi dan di masukan kedalam amplop dan di simpannya kedalam kotak yang berisi susunan 23 surat lainnya.

Sabtu, 15 Februari 2014

Setia

malam mesra gambarkan kita,
berjalan telusuri rindu menuju pagi.

pagi dingin tuliskan cerita,
berlarian kecil telusuri waktu menuju senja.

senja manja membuka damba,
menyeret langkah telusuri makna menuju cinta.

Betapa kita akan bertahan dalam peran yang melulu itu.
hingga entah, hingga matilah bosan. kita tau itu,sayang~

Kamis, 06 Februari 2014

Edelwis Kecil


Kerinduan


mengapa kita sudah tak begitu lagi?
tak lagi saling menuliskan kerinduan-kerinduan yang sering menghantam malam.
apakah kita sudah sedemikian jauh?
pandangi binar mata kecil itu, hingga kau tau.
setelah itu tak ada yang perlu kau ragukan,
tak usah ada lagi yang kau khawatirkan.
apakah semua itu belum juga menguatkan?
malam ini,
biarkan kantuk terbang menuju entah kemana,
biarkan ku habiskan waktu hanya untuk sekedar merindukanmu. Lagi.

Selalu ada

Untuk yang paling sederhana saja.
Jadilah yang selalu ada,
Maka kamu takkan hilang dari sini.
Dari hati dan pikiran ini.

Sepucuk Surat Rindu

Tanah masih basah atas hujan yang turun tepat 40 menit yang lalu,
milyaran tetes air yang berjatuhan bahkan jadi saksi kerinduan akan kasihmu.
hijau di luaran sana tak urung menjadikanku tenang.
tak ada yang bisa di lakukan selain hanya mengadu pada keadaan.

Bu, disini tak kutemukan ketulusan seperti yang selalu kau berikan.
tak ada damai seperti yang selalu kau wejangkan.
mereka saling menjatuhkan, bahkan hanya untuk memperjuangkan ke-entah-an.
mereka masih saja menutup mata , bahkan untuk yang di depan mata.
keegoisan telah di pupuki benci yang menjadikan semua terlihat hitam.
Sungguh, Benar adalah ketulusanmu, selain itu palsu.

Bu, bisakah untuk malam ini saja kau hadir dalam mimpiku?
hanya untuk sekedar membagi keluh dan lelah yang sudah tak kuat untuk ku tahan,
hanya untuk mengadu sakit dan kecewa yang sudah lama ku pendam dalam diam,
hanya untuk sekedar menenangkan diri di pelukmu Bu..
kau lebih tau, aku hanyalah gadis lemah yang bukan apa-apa tanpamu,
bahkan akulah gadis yang tumbuh besar tanpa sanggup tegak berdiri jika tanpa sayangmu.

Bayangkan Bu, hanya untuk menghirup nafas saja, terasa sesak~
aku ingin pergi dari kekonyolan ini Bu, kekonyolan hidup ini.
pergi, berjalan menelusuri tempat yang jauh, berjalan masih menuju ketinggian,
dimana bisa ku temukan pelipur kesedihan,
dimana aku bisa merasa lebih dekat dengan Tuhan,
dimana dari sana angin kebebasan membawa terbang semua peluhku Bu,
mungkin aku sedikit bisa tersenyum~

Entah apa yang lantas akan menguatkanku selain itu,
keadaan yang menjadikanku berbeda tentu akan menjadi sebuah pertanyaan yang menyudutkan.
aku hanya ingin lebih diam dari biasanya, dan kenapa itu di persalahkan?
dunia kejam Bu, apalagi jika kita ingin bertahan hidup lebih lama.
mungkin kita harus benar-benar berubah menjadi power ranger,
biar saja para pelaku kejahatan membenci kita, mungkin kita memang di takdirkan untuk itu.

Selamat malam Bu. Sekali lagi dan lagi, aku merindukanmu..



Masih diam

Bahkan kata tak mampu mengurai senyawa rindu yang saling kian menggebu,
Lantas mengapa kita masih diam? 
Diam di antara malam dan hujan,
Di antara kilauan bintang dan bulan,

Di antara hati dan pikiran,
Di antara cinta lalu sayang, mengapa? 

Bukankah kita sudah sedemikian saling membutuhkan?
Atau ini hanya tentang satu, aku?
Atau tentang waktu yang tak pernah mau menunggu?
Ya, mungkin itu..