Halaman

Selasa, 12 Januari 2016

EFEK RUMAH KACA - KUNING


KEBERAGAMAAN
Tentang nubuat mencerahkan
Berlabuh dalam keheningan
Menyapa dalam keramaian
Pada batas yang dirasakan
Resah

Manusia mengonsepsi tuhan
Bernaung dalam pikiran
Mencari setiap jejak-Nya
Mengulas semua kehendak-Nya
Apa wujudnya
Apa misinya

Manusia menafikan tuhan
melarang atas perbedaan
Persepsi dibelenggu tradisi
Jiwa yang keruhpun bersemi
Nihil maknanya
Hampa surganya
Hampa

Karena cinta bersemayam dalam jiwa

KEBERAGAMAN
Terjerembab demi akhirat
Akalnya lenyap, hati berkarat
Hati berkarat, cacat, pekat, karat

Beragam, berwarna
Lestarilah tumbuhnya
Bermacam agama
Dipancarkan cintanya
Semua bertautan

Nihilis, Humanis
Delebur harapannya
Yang hening, yang bising
Diserap hakikatnya
Semua dihisabnya, sebab akibatnya

Bila matahari sepenggal jaraknya
Padang yang luas tak ada batasnya
Berarak beriringan
Berseru dan menyebut... Diaaaa....

EFEK RUMAH KACA - HIJAU


KERACUNAN OMONG KOSONG
Apa yang kau tawarkan,
bukan pengetahuan
Ucapan miskin pemikiran

Apa yang kau sodorkan, hanyalah hasutan
Ujaran penuh kemunafikan
Keracunan omong kosong

Reff
Banjir informasi, banyak kontradiksi
Berhati-hati, awas jalan berduri
Argumennya asal, jauh dari handal
Tak masuk akal, kacau menjurus brutal

Dakunya seluas cakrawala
Padahal hanya segitu saja

Apa yang engkau makan?
Inginnya bentrokan
Hujatan kudapan andalan

Apa yang engkau telan?
Gagasan pas-pasan
Kebencian menjadi pegangan
Keracunan omong kosong

Maunya, Sempurna tanpa cela
Ternyata, retak di mana mana

CARA PENGOLAHAN SAMPAH
Dalam demokrasi
Sampahpun meninggi
Cari erksistensi
Bukan disesali, atau dimungkiri
Jangan dibaui, diatasi
Dialihfungsi, ke energi

Dipilih, dipisah
Agar gampang diubah
Biar mudah diolah
Yang basah, alamiah
Tanam di tanah, Mestinya berfaedah

Yang plastik, problematik
Mending diutak atik
Jadi hiasan apik

Yang organik, pemantik
Diotak atik, berharap jadi listrik

Kita konsumsi sampah (konsekuensi demokrasi)
Kita produksi limbah (ide basi yang beraksi)
Kita konsumsi sampah (konsekuensi demokrasi)
Kita produksi limbah (miskin visi unjuk gigi)

Senin, 11 Januari 2016

Tigapagi - Roekamana's Repertoire

(Ia di undang Tuhan)

Pagi ini langit kembali ia lukis putih-biru menyala, cocok sekali untuk semisal bersemangat mengejar dosen pembimbing atau sekedar mencari referensi bacaan di perpus fakultas. Namun, seseorang harus mencari kepingan-kepingan semangat yang mulai tercecer dan berserakan di ruangan kamar kostnya untuk dapat sesemangat itu. Dengan file yang ia terima dari seorang teman semalam, ia masih merenungi sosok Roekmana’s Repertoire disisa kantuk. “Ah terkutuk lah engkau yang sudah mengenalkanku pada roekmana, bagaimana aku tak jatuh cinta?” Katanya.

Sekitar 4tahun kebelakang ia memang mulai terlibat perasaan yang cukup serius dengan karya dari (band indie) Efek Rumah Kaca. Singkatnya, ia terkecoh oleh suara cholil (vocalis erk) di lagu pasir yang ternyata berada di album perdana milik Tigapagi bertajug Roekamana’s repertoire. Terjebaknya ia di lagu ke 9 ini menyisakan penasaran atas lagu lain di album tersebut. Lalu seperti yang ia katakan “ Bagaimana aku tak jatuh cinta?” lagi lagi, katanya.

Kekagumannya bertambah ketika bertemu dengan wujud fisik sang Roekmana seminggu setelahnya. Bungkusan merah padam itu memiliki jendela yang mengarah pada sebuah ruangan dengan lampu tidur yang menyala, tepat disebelah kanannya terdapat sebuah patung, dan lukisan di sebelah kirinya. Ketika dibuka, ia menemukan amplop putih, selembar kertas kemuning, CD yang terbalut plastik transparan, dan semacam booklet. Lalu ia tersenyum.


Ia mulai memutar track yang tunggal berdurasi satu jam lebih lima menit, mengerutkan dahi, tersenyum lagi, menghela, menerka, mengira-ngira, sampai ia temui suara Aji Gergaji di penghujung durasi. Roekmana terasa begitu syahdu di iringi petikan gitar yang serupa kecapi,

Ia mengulangnya berkali-kali, kesemuanya menarik perhatian meski sejauh ini vertebrate song (The maslow) membuat ia tertarik untuk perhatian. masih Ini bukan tentang resensi, riwayat bahkan hikayat sang Roekmana. Sesederhana pagi yang akan pergi dan berganti, ia diundang Tuhan untuk mengagumi. 
Benar-benar tentang pepatah tak kenal maka tak cinta itu nyata. Sekitar setahun yang lalu, ia sudah memegang tiket pekan seni yang dimana Tigapagi menjadi salah satu pengisi diacara tersebut. Karna beberapa kendala kecil sebenarnya, ia tak jadi berangkat. Jika saja saat itu ia telah mengenal Roekmana, tidak mungkin ia sanggup tak menghadiri acara tersebut. Telah terlambat hampir sekitar 2 tahun untuk bisa berjodoh dengan sang Roekmana, lantas tak terlambatkan? jika ia ingin menjadi penikmat karya Tuhan yang menjelma dalam ia(2) ?

EFEK RUMAH KACA - JINGGA

HILANG
Rindu kami seteguh besi
Hari demi hari menanti
Tekad kami segunung tinggi
Takut siapa? Semua hadapi

Yang hilang menjadi katalis
Disetiap kamis, nyali berlapis

Marah kami senyala api
Di depan istana berdiri

Yang hilang menjadi katalis
Disetiap kamis, nyali berlapis
Yang ditinggal taakkan pernah diam
Mempertanyakan kapan pulang?


Dedy Hamdun- HILANG, Mei 1997
Ismail- HILANG, Mei 1997
Hermawan Hendrawan- HILANG, Maret 1998
Hendra Hambali- HILANG, Mei 1998
M. Yusuf- HILANG, Mei 1997
Nova Al Katiri- HILANG, Mei 1997
Petrus Bima Anugrah- HILANG, Maret 1998
Sony- HILANG, April 1997
Suyat- HILANG, Februari 1998
Ucok Munandar Siahaan- HILANG, Mei 1998
Yadin Muhidin- HILANG, Mei 1998
Yani Afri- HILANG, April 1997
Wiji Tukul- HILANG, Mei 1998

NYALA TAK TERPERI
Ku bermandi cahaya mentari
Mendarah mendaging
Dan menjadi energi

Ku menelan cahaya rembulan
Menjadi harapan
Nyala tak terperikan

Segala gulita sirna
Terkikis doa
Semua indra terbuka

Berfungsi mata
Yang hilang
Berganti hingga tak tebilang
Cahaya, ku jelang
Ku jelang, ku jelang, ku jelang

CAHAYA, AYO BERDANSA

-Instrumental

EFEK RUMAH KACA - BIRU

PASAR BISA DICIPTAKAN
Kami mau yang lebih indah
Bukan hanya remah remah sepah
Sudahlah

Kami hanya akan mencipta
Segala apa yang kami cinta
Bahagia

Kami bawa yang membara
Di dasar jiwa, di dasar jiwa
Menembus rimba dan belantara sendiri
(Pasar bisa diciptakan)
Membangun kota dan peradaban sendiri

Kami ingin lebih bergizi                   
Bukan hanya yang malnutrisi
Substansi
Kami bawa yang membara
Di dasar jiwa, di dasar jiwa
Menembus rimba dan belantara sendiri
(Pasar bisa diciptakan)
Membangun kota dan peradaban sendiri

Pasar bisa diciptakan, Pasar bisa diciptakan
Pasar bisa diciptakan, Pasar bisa diciptakan
Pasar bisa diciptakan, ooo
Pasar bisa diciptakan, Pasar bisa diciptakan
Pasar bisa diciptakan, Pasar bisa diciptakan
Pasar bisa diciptakan

CIPTA BISA DIPASARKAN
Dari kegelisahan dipadatkan dengan cinta
Bergemuruh di dada jauh dari mereda
Fantasi yang menggila bercampur rasa kecewa
Pelan-pelan hilangnya jadi sepercik cahaya

Oh cahaya, akhirnya kita sampai juga
Temukannya, sinarnya pun dibagi rata
Berbinar binary hidup bergelora
Oh cahaya, la la la la lalalala

Imajinasi rasa takut larut didalamnya
Tak terkira siksanya, hingga capai bahagia
Amarah angan angan berhamburan berkejaran
Akan terus mendera hingga titik terangnya


Kegelapan masih membayang
Menyelimuti, menolak pergi
Mencari ruang gerak ditentang
Dan menjadi ironi

EFEK RUMAH KACA - MERAH




ILMU POLITIK
Dan kita arak mereka
Bandit jadi panglima
Politik terlalu amis
Dan kita teramat necis

Lalu angkat mereka
Sampah jadi pemuka
Politik terlalu najis
Dan kita teramat klinis

Dan kita dorong mereka
Badut jadi kepala
Politik terlalu kaotis
Dan kita teramat praktis

Lalu dukung mereka
Cendikia jadi petapa
Politik terlalu iblis
Dan kita teramat manis

Aku akan menjadi karang
di lautan mereka
Aku akan menjadi kanker
dalam tubuh mereka


LARA DI MANA MANA
Sampai kapan kau biarkan
Dia tak berperan
Ditelantarkan harapan, dia kesakitan
Terburai berantakan, tak keruan
Marah di mana mana

Sampai kapan kau ikhlaskan
Dia dihancurkan
Lumpuhkan alam pikiran dan sekujur badan
Terhampar masa depan, temaram
Lara di mana mana
                             
Reff
Keajaiban dan khayalan
Taruh di awan
Kenyataan dalam pelukan
Kelembaman pada tekanan
Raih elan, kepalkan tangan

Sampai kapan kau relakan
Dia kekeringan
Dihisap jiwa raganya, seluruh hidupnya
Marah di mana mana, ta ra ra
Lara di mana mana


ADA ADA SAJA
Moralis, merasa paling baik
Macam yang paling etis,
awas jatuh menukik

Sang martir, inginnya adu fisik
Cupet dan sesat fikir,
buah intrik politik.

Reff
Ada ada saja, sifat kawan kita
Dipelihara dan budidaya
Macam macam saja, kelakuan kita
Semoga masih bisa bahagia

Fatalis, main yang aman aman
Seolah apolitis, takluk pada keadaan
Mukjizat, hanya di zaman nabi
Tak bisa langsung sehat, dihadapi dikelahi

Ekonomi korban politik
Hukum tunduk pada politik
Pendidikan masuk politik
Olahraga bawa politik
Orang gila akibat politik
Dagang sapi pakai politik
Beragama, buat politik
Keluarga rebut politik

Ikhlas


Lalu ia menjatuhkan diri menuju bumi
Terlebur hening seketika.
Memandang sudut jendela,
Membiarkan angina dan gemericiknya tiup terpa-menerpa

Telah lewat tengah malam,
Pukul 01:04 kali ini menjadi sebuah misteri.
Tentang kesenjangan kantuk dan duri, mata dan hati.

Menuai puji atas apa yang ia yakini,
Atau sebenarnya tak benar-benar ia yakini?
Mempertanyakan tiap-tiap gerak yang telah tertulis mutlak,
Beriring elegi sepilu sendu.

Menyerah sepenuhnya,
Karna langkah yang belum terjamah
tak mampu lagi ia menerka.

Andai berjatuhan beribu kejut,
Ia sudah siap terlatih bisa.



Sabtu, 24 Mei 2014

Kita Harus Menolak Lupa

Kadang kita menjadi buta
Lebih buta lagi karna suasana
Kita merasa paling menderita sedunia
Hanya karna tentang putus cinta

Kita lupa itu tak seberapa
Kita lupa itu tak sebanding dengan perjuangan mereka
Yang di bungkam mulutnya
Yang di buang keberadaannya
Yang di rampas kemerdekaannya

Mereka yang tak pernah mengeluh dayu seperti itu.
Bukankah seharusnya para penderita yang melulu karna cinta merasa malu??
Jangan pura pura lupa ..
Kita harus menolak lupa..


Mei 2014

Edelwisku, Mandalawangi 11 Mei 2014

Disini, Ada yang masih saja berceloteh tentang kursi para dewan
yang mengotori darahnya dengan asap hitam
yang sekedar pergi hanya untuk makan-makan
juga yang sedang menelusuri jalan menuju makna kehidupan.

Hiruplah udara segar pagi ini, hiruplah sampai masuk kedalam kulitmu
menembus tulangmu, mengalir di darahmu, hiruplah, ini hidup
resapi sebelum jantungmu berhenti berdegup, resapi sebelum tangan jahil memetik kuncupmu, sebelum panas layukan tubuhmu, resapilah, ini hidup.

betapa bulan tak pernah menapikan keindahanmu, sempurnakan kecantikanmu, bukan seperti mereka yang semena-mena menaklukanmu.
Sayang, mereka tak benar-benar tau letak keindahanmu.
Maha karya Tuhan..

Edelwisku, Mandala wangi 11 Mei 2014

Minggu, 23 Februari 2014

Rindu dan Ingatan

Kicau burung tak lagi mesra
Sebab angin sibuk terpa menerpa
Menghempaskan rindu pada jejak paling dalam
Mematikan ingatan yang tak kunjung hilang.

Lalu merintih
Lalu berteriaklah pada semesta
Lalu biarkan ia hilang, biarkan ia pulang
Pulang menuju inginnya yang belum lagi pasti entah kemana.

Minggu, 16 Februari 2014

Surat ke 24

Sepi mengantarkan ku pada sebuah bayangan yang entah, yang belum lagi ku yakini pantas kah aku merindukannya atau bahkan hanya sekedar untuk memikirkannya. tidak ada suara selain hati yang saling saut-menyaut membuka tanya yang terlebih lagi hanya mengantarkanku pada resah yang menjadi.
Malam itu, kita tak sempat bercakap banyak. yang ku ingat dia harus lekas pergi dan hingga saat ku tulis surat ini tak ada sepatahpun kabar yang terbalas. puluhan surat telah ku tulis, dan ini adalah surat ke 24 semenjak malam kepergiannya.



Teruntuk yang ku rindukan,
maaf jika kedatangan surat ini adalah lancang.
malam ini hujan tak henti berjatuhan, membesar, mengecil, berteman angin kencang, kadang kilat menyambar-nyambar dan itu menambah kekhawatiranku akan dirimu yang sedari itu tak terdengar kabar.

Di malam yang penuh kerinduan,
entah mengapa tiba-tiba dalam fikirku ku terbersit kata-kata seorang penyair muda tentang sisi lain dari mata uang yang sama. tentang jarak dan perbedaan, mereka mewacanakan tentang jarak karna mereka tak faham, mereka tak bisa saling melihat karna mereka sudah menyatu. ya hakikat dari sisi lain sang mata uang.

Yang sedari itu ku rindukan,
mungkin terlalu berbelit, sebenarnya aku ingin mengatakan ini dengan lantang, namun nyatanya hanya dapat di wakilkan susunan tinta hitam dalam secarik kertas buram.
Betapa aku merasakan beda atas kepergianmu malam itu, merasakan gundah atas kabar yang lenyap, dan hilang. di setiap langit malam ingin ku tuliskan betapa aku merindukanmu, betapa aku merindukanmu, tiada henti. agar semua tau, begitupun kamu.

Yang benar-benar kurindukan, 
ada yang bergetar begitu kencang, ketika ada tangan  yang di ulurkan untuk sekedar menguatkan langkahku yang mulai melemah, atau sekedar memberikan air karna faham aku mulai kehausan. bahkan aroma jaket yang di pasangkan saat aku hampir beku mengigil kedinginan masih melekat disini, menusuk tembus hingga kedalam sukma. kita terlalu sering tertawa bersama, kelelahan bersama, menghabiskan malam bersama hanya untuk menikmati cahaya bulan di balik tirai tenda. kita terlalu lama bercerita, hingga  kita tak saling melihat cinta, tak dapat meraba rasa, mungkin cinta kita adalah sisi lain dari mata uang yang sama.

Yang sedang sangat di rindukan,
dapatkah kamu membaca itu, dalam gerak tanpa bahasa? dalam isyarat yang terbata-bata? datanglah hanya untuk sekedar memberikan kabar, atau seperti perhatian yang sebelumnya biasa kau lakukan, sekedar mengingatkanku untuk tidak telat makan.

Yang Pantaskah di rindukan.
semoga kita benar seperti dua sisi dari mata uang seperti yang penyair itu katakan. tak dapat terpisahkan.

yang merindukanmu. Selalu


lalu semakin terasa sedu-sedan, tanganku masih bergetar, tetesan airmata berjatuhan memudarkan beberapa bagian tulisan. bukan tentang rindu lagi. mungkin tentang takdir klasik para pecinta dalam diam.
surat di lipat rapi dan di masukan kedalam amplop dan di simpannya kedalam kotak yang berisi susunan 23 surat lainnya.

Sabtu, 15 Februari 2014

Setia

malam mesra gambarkan kita,
berjalan telusuri rindu menuju pagi.

pagi dingin tuliskan cerita,
berlarian kecil telusuri waktu menuju senja.

senja manja membuka damba,
menyeret langkah telusuri makna menuju cinta.

Betapa kita akan bertahan dalam peran yang melulu itu.
hingga entah, hingga matilah bosan. kita tau itu,sayang~

Kamis, 06 Februari 2014

Edelwis Kecil


Kerinduan


mengapa kita sudah tak begitu lagi?
tak lagi saling menuliskan kerinduan-kerinduan yang sering menghantam malam.
apakah kita sudah sedemikian jauh?
pandangi binar mata kecil itu, hingga kau tau.
setelah itu tak ada yang perlu kau ragukan,
tak usah ada lagi yang kau khawatirkan.
apakah semua itu belum juga menguatkan?
malam ini,
biarkan kantuk terbang menuju entah kemana,
biarkan ku habiskan waktu hanya untuk sekedar merindukanmu. Lagi.

Selalu ada

Untuk yang paling sederhana saja.
Jadilah yang selalu ada,
Maka kamu takkan hilang dari sini.
Dari hati dan pikiran ini.

Sepucuk Surat Rindu

Tanah masih basah atas hujan yang turun tepat 40 menit yang lalu,
milyaran tetes air yang berjatuhan bahkan jadi saksi kerinduan akan kasihmu.
hijau di luaran sana tak urung menjadikanku tenang.
tak ada yang bisa di lakukan selain hanya mengadu pada keadaan.

Bu, disini tak kutemukan ketulusan seperti yang selalu kau berikan.
tak ada damai seperti yang selalu kau wejangkan.
mereka saling menjatuhkan, bahkan hanya untuk memperjuangkan ke-entah-an.
mereka masih saja menutup mata , bahkan untuk yang di depan mata.
keegoisan telah di pupuki benci yang menjadikan semua terlihat hitam.
Sungguh, Benar adalah ketulusanmu, selain itu palsu.

Bu, bisakah untuk malam ini saja kau hadir dalam mimpiku?
hanya untuk sekedar membagi keluh dan lelah yang sudah tak kuat untuk ku tahan,
hanya untuk mengadu sakit dan kecewa yang sudah lama ku pendam dalam diam,
hanya untuk sekedar menenangkan diri di pelukmu Bu..
kau lebih tau, aku hanyalah gadis lemah yang bukan apa-apa tanpamu,
bahkan akulah gadis yang tumbuh besar tanpa sanggup tegak berdiri jika tanpa sayangmu.

Bayangkan Bu, hanya untuk menghirup nafas saja, terasa sesak~
aku ingin pergi dari kekonyolan ini Bu, kekonyolan hidup ini.
pergi, berjalan menelusuri tempat yang jauh, berjalan masih menuju ketinggian,
dimana bisa ku temukan pelipur kesedihan,
dimana aku bisa merasa lebih dekat dengan Tuhan,
dimana dari sana angin kebebasan membawa terbang semua peluhku Bu,
mungkin aku sedikit bisa tersenyum~

Entah apa yang lantas akan menguatkanku selain itu,
keadaan yang menjadikanku berbeda tentu akan menjadi sebuah pertanyaan yang menyudutkan.
aku hanya ingin lebih diam dari biasanya, dan kenapa itu di persalahkan?
dunia kejam Bu, apalagi jika kita ingin bertahan hidup lebih lama.
mungkin kita harus benar-benar berubah menjadi power ranger,
biar saja para pelaku kejahatan membenci kita, mungkin kita memang di takdirkan untuk itu.

Selamat malam Bu. Sekali lagi dan lagi, aku merindukanmu..



Masih diam

Bahkan kata tak mampu mengurai senyawa rindu yang saling kian menggebu,
Lantas mengapa kita masih diam? 
Diam di antara malam dan hujan,
Di antara kilauan bintang dan bulan,

Di antara hati dan pikiran,
Di antara cinta lalu sayang, mengapa? 

Bukankah kita sudah sedemikian saling membutuhkan?
Atau ini hanya tentang satu, aku?
Atau tentang waktu yang tak pernah mau menunggu?
Ya, mungkin itu..